MENYAMPAIKAN ILMU
تبليغ
العلم:
1. قَالَ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي نَفَرٍ مِنْ قَوْمِي فَأَقَمْنَا عِنْدَهُ عِشْرِينَ لَيْلَةً
وَكَانَ رَحِيمًا رَفِيقًا فَلَمَّا رَأَى شَوْقَنَا إِلَى أَهَالِينَا قَالَ ارْجِعُوا
فَكُونُوا فِيهِمْ وَعَلِّمُوهُمْ وَصَلُّوا فَإِذَا حَضَرَتْ الصَّلَاةُ فَلْيُؤَذِّنْ
لَكُمْ أَحَدُكُمْ وَلْيَؤُمَّكُمْ أَكْبَرُكُمْ (صحيح البخاري, كتاب الأذان, باب من
قال ليؤذن فى السفر مؤذن واحد, رقم الحديث: 592).
Mâlik
bin al-Huwayrits berkata: "Aku mendatangi Rasulullah Saw. yang sedang
berada di tengah sekelompok orang dari kaumku. Lalu kami berada di sisinya
selama dua puluh malam. Beliau sangat penyayang dan lemah lembut. Ketika beliau
melihat kerinduan kami kepada keluarga kami, beliau bersabda: 'Pulanglah
kalian, hiduplah bersama mereka, ajari mereka dan salatlah tatkala datang
(waktu) salat, kemudian adzanlah seseorang dari kalian dan jadilah yang paling
tua dari kalian imam bagi kalian.'"
2. نَضَّرَ
اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مِنَّا حَدِيثًا فَحَفِظَهُ حَتَّى يُبَلِّغَهُ فَرُبَّ حَامِلِ
فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ وَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ لَيْسَ بِفَقِيهٍ
(سنن أبو داود, كتاب العلم, باب فضل نشر العلم, رقم الحديث:
3175).
Allah
mencerahkan orang yang mendengar sebuah hadits dari kami lalu menghafalnya
sampai ia menyampaikannya. Banyak orang yang menyampaikan ilmu kepada orang
yang lebih berilmu dan banyak pembawa ilmu tetapi tidak berilmu (Sunan Abû
Dâwud, Kitâb al-'Ilm, Bâb Fadhl Nasyr al-'Ilm, hadits no. 3175).
Ada
beberapa tafsiran untuk penggalan نَضَّرَ اللَّه pada hadits di atas. Pertama,
maknanya adalah doa dari Nabi Saw. agar orang itu mendapatkan nikmat dan kebahagiaan
dari Allah. Kedua, Allah memberinya nikmat. Ketiga, Allah
membaikkan akhlak dan kedudukannya. Keempat, Allah mengaruniainya keceriaan,
keindahan, rupa yang menarik, dan keelokan. Kelima, Allah
menyampaikannya kepada kenikmatan dan keindahan surga.
Para
pembawa ilmu, meskipun mereka bukan orang yang berilmu, tetap mendapat pahala
atas jasanya membawa dan menyebarkan ilmu.
Dari
hadits ini dapat diambil pemahaman, pertama bahwa tidak baik jika hadits
(ilmu) terfokus pada orang yang tidak mumpuni dalam ilmu. Sebab hal itu dapat
menyebabkan terputusnya jalan istinbath dan upaya penggalian makna hadits oleh
orang-orang yang mumpuni di bidangnya. Kedua, wajib mencari dan
mendalami ilmu (tafaqquh). Ketiga, sangat dianjurkan
meng-istinbath makna-makna hadits dan menyingkap rahasia-rahasianya.
3. ليُبَلِّغْ
الشَّاهِدُ الْغَائِبَ فَإِنَّهُ رُبَّ مُبَلَّغٍ يَبْلُغُهُ أَوْعَى لَهُ مِنْ سَامِعٍ
(سنن ابن ماجه, كتاب المقدمة, باب من بلغ علما, رقم الحديث:
229).
Hendaklah
orang yang menyaksikan (mendengar langsung hadits) menyampaikan kepada orang
yang tidak menyaksikan. Sesungguhnya banyak orang yang disampaikan (ilmu)
kepadanya lebih paham dari orang yang mendengar langsung (Sunan Ibn Mâjah,
Kitâb al-Muqaddimah, Bâb Man Ballagha 'Ilman, hadits no. 229).
Keharusan
menyampaikan ilmu oleh orang yang mengdengar langsung kepada orang yang tidak
mengdengarnya ini bertujuan agar ilmu sampai ke semua orang. Juga karena sering
terjadi di mana orang yang disampaikan kepadanya ilmu (muballagh) lebih
paham dan lebih menguasai maknanya daripada si pembawa (hâmil)
ilmu itu sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar