Minggu, 21 Oktober 2012

HUKUM HADIAH DAN GRATIFIKASI



HUKUM HADIAH DAN GRATIFIKASI

A.  Pengertian Hadiah Pegawai (Gratifikasi )
Hadiah Pegawai atau sering disebut dengan Gartifikasi adalah uang hadiah yang diberikan pada pegawai di luar gaji yang yang telah ditentukan. Di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Penjelasan Pasal 12 B ayat (1) gratifikasi adalah, pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

B.  Hukum Hadiah Pegawai (Gratifikasi )
Hadiah Pegawai (gratifikasi ) hukumnya haram berdasarkan hadist Abu Humaid as-Sa’idi di bawah ini :

عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ الْأَزْدِ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتْبِيَّةِ عَلَى الصَّدَقَةِ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي قَالَ فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ أَوْ بَيْتِ أُمِّهِ فَيَنْظُرَ يُهْدَى لَهُ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْخُذُ أَحَدٌ مِنْهُ شَيْئًا إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ بِيَدِهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَةَ إِبْطَيْهِ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ اللَّهُمَّ هَلْ بَلَّغْتُ ثَلَاثًا

Dari Abu Humaid as-Sa'idi radhiyallahu 'anhu berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memperkerjakan seorang laki-laki dari suku al-Azdi yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: "Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku". Beliau bersabda : " Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah ? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorangpun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari qiyamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik". Kemudian beliau mengangkat tangan-nya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): "Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan", sebanyak tiga kali. “
Berkata Ibnu Abdul Barr: “ Hadist di atas menunjukkan bahwa uang yang diambilnya tersebut adalah ghulul ( barang curian dari harta rampasan perang ) dan hukumnya haram, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala :

وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Barangsiapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu “
Di dalam kitab Syarhu as-Sunnah, Imam al-Baghawi menjelaskan bahwa hadist Abu Humaid as-Sa’idi di atas menunjukkan bahwa hadiah pegawai, pejabat, dan para hakim adalah haram. Hal itu karena pemberian kepada pegawai (zakat ) tersebut, dimaksudkan agar dia tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal yang mestinya menjadi kewajiban sang pemberi, dan bertujuan untuk mengurangi hak-hak orang-orang miskin. Adapun yang diberikan kepada para hakim, agar dia cenderungan kepadanya ketika dalam persidangan.
Yang termasuk dalam larangan hadist di atas :
1.      Seorang pegawai perusahaan telekomunikasi yang bertugas memperbaiki saluran atau kabel telpun yang terputus atau mengalami gangguan. Dia tidak boleh menerima atau meminta upah tambahan dari kerjanya dari para pelanggan, karena sudah mendapatkan gaji bulanan dari perusahaannya. Jika ia menghambil atau meminta upah lagi hal itu bisa merusak kerjanya, karena dia akan cenderung untuk mendahulukan para pelanggan yang memberikan kepadanya uang lebih, dan membiarkan pelanggan yang memberikan kepadanya uang sedikit atau yang tidak memberikannya sama sekali
2.      Seorang pegawai Departemen Agama yang ditugaskan untuk mengurusi penyewaan tempat tinggal atau asrama jama’ah haji selama di Makka dan Madinah. Dia tidak boleh menyewa tempat tinggal yang lebih murah, dengan tujuan akan mendapatkan uang discount dari penyewaan tersebut yang akan masuk ke kantong pribadinya, karena hal ini akan merugikan jama’ah haji secara umum. Akibat ulah petugas tadi, jama’ah haji tersebut terpaksa tinggal di apartemen-apartemen yang tidak standar dan jauh dari Masjidil Haram.
3.      Seorang pengurus masjid yang ditugaskan untuk membeli kambing kurban dalam jumlah yang banyak pada hari Raya Idul Adha, dia tidak boleh mengambil uang discount dari pembelian tersebut, kecuali harus melaporkan kepada pengurus secara transparan.
4.      Seorang petugas Lembaga Zakat ketika mengambil zakat dari masyarakat atau anggota, tidak boleh mengambil uang tambahan dari pembayar zakat, karena dia sudah dapat gaji dari lembaga tersebut, kecuali dia melaporkankan kepada lembaga tersebut bahwa dia diberi uang tambahan, apakah tambahan itu akan diambil lembaga untuk kepentingan umat atau diberikan kepada petugas tersebut sebagai tambahan gaji, maka yang menentukan adalah aturan dalam lembaga tersebut.
5.      Seorang pengurus sebuah arisan yang sudah mendapatkan gaji tetap dari peserta arisan, ketika membelikan sepeda motor untuk salah satu peserta yang mendapatkan undian, maka dia tidak boleh mengambil discount dari pembelian tersebut, dan harus dilaporkan kepada seluruh peserta.
6.      Seorang hakim tidak boleh menerima hadiah dari orang yang masalahnya sedang dia tangani, karena hal itu akan mempengaruhi di dalam keputusan hukum.
7.      Seorang petugas pajak, tidak boleh menerima hadiah dari para pembayar pajak, karena hal itu akan menyebabkannya tidak disiplin di dalam menjalankan tugasnya, dan tidak terlalu ketat di dalam menghitung kewajiban pembayar, karena sudah mendapatkan hadiah darinya.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallahu ‘alai wassalam mengirim Muadz bin Jabal ke Yaman, kemudian pada pemerintahaan Abu Bakar , beliau mengirim Umar pada musim haji ke Mekkah. Ketika sedang di Arafah Umar bertemu dengan Muadz bin Jabal yang datang dari Yaman membawa budak-budak.
Umar bertanya kepadanya: “Itu budak-budak milik siapa ? “ Muadz menjawab : “ Sebagian milik Abu Bakar dan sebagian lagi milikku “. Umar berkata : “ Sebaiknya kamu serahkan semua budak itu kepada Abu Bakar, setelah itu jika beliau memberikan kepadamu, maka itu hakmu, tetapi jika beliau mengambilnya semuanya, maka itu adalah hak beliau ( sebagai pemimpin ).” Muadz berkata : “ Kenapa saya hartus menyerahkan semuanya kepada Abu Bakar, saya tidak akan memberikan hadiah yang diberikan kepadaku.“
Kemudian Muadz pergi ke tempat tinggalnya. Pada pagi hari Muadz ketemu lagi dengan Umar dan mengatakan: "Wahai Umar tadi malam aku bermimpi mau masuk neraka, tiba-tiba kamu datang untuk menyelematkan diriku, makanya sekarang saya taat kepadamu. “ Kemudian Muadz pergi ke Abu Bakar dan berkata : “ Sebagian budak adalah milikmu dan sebagian lain adalah hadiah untukku, tapi saya serahkan kepadamu semuanya.” Kemudian Abu Bakar mengatakan : “ Adapun budak-budak yang dihadiahkan kepadamu, saya kembalikan kepadamu.” Atsar di atas menunjukan bahwa jika seorang pegawai di dalam menjalankan tugasnya mendapatkan hadiah, hendaknya dilaporkan secara transparan kepada lembaga yang mengirimnya. Kemudian apakah lembaga tersebut akan mengijinkannya untuk mengambil hadiah itu atau memintanya untuk kepentingan lembaga, maka ini diserahkan kepada aturan dalam lembaga tersebut.

C. Dampak Negatif 
Hadiah pegawai (gratifikasi ) ini akan merusak tatanan negara secara keseluruhan dan akan mengganggu kerja pegawai, serta mencabut rasa amanah dari diri mereka. Dampak negatif tersebut bisa dirinci sebagai berikut :
1.      Sang pegawai akan lebih cenderung dan lebih senang untuk melayani orang yang memberikan kepadanya hadiah. Sebaliknya dia malas untuk melayani orang-orang yang tidak memberikan kepadanya hadiah, padahal semua konsumen mempunyai hak yang sama, yaitu mendapatkan pelayanan dari pegawai tersebut secara adil dan proposional, karena pegawai tersebut sudah mendapatkan gaji secara rutin dari perusahaan yang mengirimnya.
2.      Sang pegawai ketika mendapatkan hadiah dari salah seorang konsumen, mengakibatkan dia bekerja tidak profesional lagi. Dia merasa tidak mewakili perusahaan yang mengirimnya, tetapi merasa bahwa dia bekerja untuk dirinya sendiri.
3.      Si pegawai ketika bekerja selalu dalam keadaan mengharap-harap hadiah dari konsumen. Hal ini merupakan kebiasaan buruk yang harus dihilangkan, karena Islam mengajarkan umatnya untuk selalu menjaga harga diri dan menjauhi dari mengharap apa yang ada di tangan orang lain.
Islam juga mengharamkan umatnya untuk meminta-minta kecuali dalam keadaan darurat. Pegawai yang meminta hadiah dari konsumen yang sebenarnya bukan haknya termasuk dalam katogori meminta-minta yang dilarang dalam Islam.
Sebagian ulama membolehkan untuk memberikan hadiah atau uang tambahan kepada pegawai bawahan yang miskin dan keadaannya sangat memprihatinkan, jika hal itu tidak mempengaruhi kerjanya dan tidak berdampak kepada instansi atau lembaga yang mengutusnya, umpamanya dengan memberikan kepadanya sesuatu setelah selesai bekerja dan dia tidak lagi membutuhkan pegawai tersebut.
Maka, sebaiknya dipisahkan antara pemberian hadiah karena pekerjaan dengan pemberian hadiah karena faktor lain, seperti ingin membantunya karena dia miskin atau karena dia sedang sakit dan membutuhkan uang. Walaupun demikian, sebaiknya jika seseorang ingin membantunya hendaknya memberikannya di waktu lain dan pada kesempatan yang berbeda, supaya menjadia lebih jelas bahwa dia memberikan hadiah itu semata-mata faktor kemanusiaan, bukan karena pekerjaannya. Itupun sebaiknya dihindari sebisa mungkin dan janganlah menjadi sebuah kebiasaan, demi menjaga diri kita dari sesuatu yang diharamkan dalam Islam. Wallahu A’lam.
oleh: Dr. Ahmad Zain An Najah

Kadar atau Volume Belajar



معدل الدرس:
1. قَالَ ابْن مَسْعُودٍ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِي الْأَيَّامِ كَرَاهَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا (صحيح البخاري, كتاب العلم, باب ما كان النبي صلى الله عليه وسلم يتخولهم, رقم الحديث: 66).




Ibn Mas'ûd berkata: "Dalam memberikan wejangan kepada kami Rasulullah Saw. memerhatikan hari-hari untuk menghindari rasa bosan pada diri kami." (Shahîh al-Bukhârî, Kitâb al-'Ilm Bâb Mâ Kâna al-Nabî Saw. Yatakhawwaluhum, hadits no. 66).


Maksudnya, Rasulullah Saw. memerhatikan waktu dalam memberikan pelajaran dan wejangan kepada para sahabatnya, tidak melakukannya tiap hari, supaya mereka tidak merasa bosan.

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa dalam mengerjakan amal saleh dianjurkan untuk tidak mudâwamah (non-stop tanpa jeda) supaya tidak cepat bosan. Muwâzhabah (kontinuitas) memang diperintahkan, akan tetapi ia terbagi dua: Pertama, dilakukan setiap hari tetapi tidak dengan dipaksa-paksakan (takkaluf). Kedua, dilakukan selang sehari di mana sehari digunakan untuk istirahat dan hari berikutnya digunakan untuk beraktifitas dengan giat. Soal hari apa yang dapat dijadikan hari istirahat dan hari beraktifitas, tergantung orang dan keadaan. Yang penting, setiap orang harus beraktifitas secara kontinu seraya berupaya mencari kiat untuk membuang rasa bosan.  
2. قَالَ أَبِو وَائِلٍ كَانَ عَبْدُ اللَّهِ يُذَكِّرُ النَّاسَ فِي كُلِّ خَمِيسٍ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ لَوَدِدْتُ أَنَّكَ ذَكَّرْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ قَالَ أَمَا إِنَّهُ يَمْنَعُنِي مِنْ ذَلِكَ أَنِّي أَكْرَهُ أَنْ أُمِلَّكُمْ وَإِنِّي أَتَخَوَّلُكُمْ بِالْمَوْعِظَةِ كَمَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَخَوَّلُنَا بِهَا مَخَافَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا (صحيح البخاري, كتاب العلم, باب من جعل لأهل العلم أياما معلومة, رقم الحديث: 68).
Abû Wâ`il berkata: "'Abdullâh (Ibn Mas'ûd) mengajari orang-orang setiap Kamis. Seorang laki-laki berkata kepadanya: 'Hai ayah 'Abdurrahmân, aku benar-benar ingin Anda mengajari kami setiap hari.' Ibn Mas'ûd berkata: 'Yang mencegahku melakukan hal itu adalah bahwasanya aku tidak ingin membuat kalian bosan, dan (oleh karena itu) aku memerhatikan keadaan kalian dalam memberi pelajaran kepada kalian. Seperti halnya Nabi Saw. memerhatikan keadaan kami dalam memberi pelajaran untuk menghindarkan rasa bosan dari kami.'" (Shahîh al-Bukhârî, Kitâb al-'Ilm, Bâb Man Ja'ala lî Ahl al-'Ilm Ayyâman Ma'lûmatan, hadits no. 68).
   
3.  قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ تَدَارُسُ الْعِلْمِ سَاعَةً مِنْ اللَّيْلِ خَيْرٌ مِنْ إِحْيَائِهَا (سنن الدارمي, كتاب المقدمة, باب مذاكرة العلم, رقم الحديث: 612).
Ibn 'Abbâs berkata: "Mengkaji ilmu sesaat di waktu malam lebih baik dari menghidupkan malam (dengan ibadah) (Sunan al-Dârimî, Kitâb al-Muqaddimah, Bâb Mudzâkarah al-'Ilm, hadits no. 612).
التنايب فى العلم: (saling menggantikan dalam menimba wakilkan)
قَالَ عُمَر كُنْتُ أَنَا وَجَارٌ لِي مِنْ الْأَنْصَارِ فِي بَنِي أُمَيَّةَ بْنِ زَيْدٍ وَهِيَ مِنْ عَوَالِي الْمَدِينَةِ وَكُنَّا نَتَنَاوَبُ النُّزُولَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْزِلُ يَوْمًا وَأَنْزِلُ يَوْمًا فَإِذَا نَزَلْتُ جِئْتُهُ بِخَبَرِ ذَلِكَ الْيَوْمِ مِنْ الْوَحْيِ وَغَيْرِهِ وَإِذَا نَزَلَ فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ فَنَزَلَ صَاحِبِي الْأَنْصَارِيُّ يَوْمَ نَوْبَتِهِ فَضَرَبَ بَابِي ضَرْبًا شَدِيدًا فَقَالَ أَثَمَّ هُوَ فَفَزِعْتُ فَخَرَجْتُ إِلَيْهِ فَقَالَ قَدْ حَدَثَ أَمْرٌ عَظِيمٌ قَالَ فَدَخَلْتُ عَلَى حَفْصَةَ فَإِذَا هِيَ تَبْكِي فَقُلْتُ طَلَّقَكُنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ لَا أَدْرِي ثُمَّ دَخَلْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْتُ وَأَنَا قَائِمٌ أَطَلَّقْتَ نِسَاءَكَ قَالَ لَا فَقُلْتُ اللَّهُ أَكْبَرُ (صحيح البخاري, كتاب العلم, باب التنايب فى العلم, رقم الحديث: 87).
'Umar berkata: "Aku dan tetanggaku dari kalangan Anshâr dari keluarga Umayyah bin Zayd; salah satu keluarga Madinah, saling bergantian menemui Rasulullah Saw. Sehari ia yang menemui beliau, sehari aku yang menemui beliau. Apabila datang giliranku, aku kemudian menemuinya sambil membawa berita yang aku terima hari itu berupa wahyu atau lainnya. Apabila datang gilirannya, ia pun melakukan hal yang sama. Pada hari giliran tetanggaku yang orang Anshâr itu, ia mengetuk pintu rumahku dengan keras lalu berkata: 'Beliau (Nabi Saw.) marah.' Aku terperanjat lalu menemui beliau. Ia (tetangga Anshâr) berkata: 'Telah terjadi perkara besar.' Lalu aku menemui Hafshah, ia sedang menangis. Aku berkata: 'Apakah Rasulullah Saw. mencerai kalian?' Hafshah berkata: 'Aku tidak tahu.' Kemudian aku menemui Nabi Saw. Sambil berdiri aku berkata: 'Apakah engkau menceraikan isteri-isterimu?' Beliau bersabda: 'Tidak.' Aku berkata: 'Allah Akbar.'" (Shahîh al-Bukhârî, Kitâb al-'Ilm, Bâb al-Tanâwub fî al-'Ilm, hadits no. 87).   
التدقيق في العلم (teliti dalam menyampaikan ilmu)
وَقَالَ عَلِيٌّ حَدِّثُوا النَّاسَ بِمَا يَعْرِفُونَ أَتُحِبُّونَ أَنْ يُكَذَّبَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ (صحيح البخارى, كتاب العلم, باب من خص بالعلم قوما دون قوم كراهة أن..., رقم الحديث: 124).
'Alî berkata: "Ajaklah manusia bicara sesuai dengan apa yang mereka ketahui. Apakah kalian ingin Allah dan Rasul-Nya membohongkan (kalian)?" (Shahîh al-Bukhârî, Kitâb al-'Ilm, Bâb Man Khushsa bî al-'Ilm Qawman Dûna Qawmin  Karâhatn an…, hadits no. 124).  

Yang dimaksud dengan بِمَا يَعْرِفُونَ adalah بِمَا يَفْهَمُونَ (sesuai dengan apa yang mereka pahami). Kata-kata Imam 'Ali ini memberi pelajaran bahwa sesuatu (perkara) yang samar hendaknya tidak disampaikan kepada masyarakat awam. Serupa dengan ini kata-kata Ibn Mas'ûd: "Tidaklah kamu menyampaikan kata-kata kepada satu kaum dengan kata-kata yang tidak dapat dijangkau oleh akal mereka kecuali akan menjadi fitnah bagi sebagian mereka" (HR. Muslim).

Sifat dan Karakteristik Guru



آداب العالم:
أ‌.         مراعاة حال السامع:(memerhatikan kondisi objektif anak didik)
1. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَا تُمِلُّوا النَّاسَ (سنن الدارمي, كتاب المقدمة, باب من كره أن يمل الناس, رقم الحديث: 448).
'Abdullâh (Ibn Mas'ûd) berkata: "Janganlah kalian membuat manusia bosan" (Sunan al-Dârimî, Kitâb al-Muqaddimah, Bâb Man Kariha an Yumilla al-Nâs, hadits no. 448).
ب‌.     سعة صدرالعالم:
1. عَنْ أَنَسٍ أَنَّ أَعْرَابِيًّا بَالَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَامَ إِلَيْهِ بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعُوهُ وَلَا تُزْرِمُوهُ قَالَ فَلَمَّا فَرَغَ دَعَا بِدَلْوٍ مِنْ مَاءٍ فَصَبَّهُ عَلَيْهِ (صحيح مسلم, كتاب الطهارة, باب وجوب غسل البول وغيره من النجسات, رقم الحديث: 427).
Dari Anas bahwasanya seorang A'rabî (orang Arab kampung) kencing di masjid. Sebagian orang mendekatinya (untuk mencegahnya). Rasulullah Saw. bersabda: "Biarkan ia, dan janganlah kalian menghentikannya." Anas berkata: "Setelah si A'rabi itu selesai kencing, Rasulullah Saw. menyuruh mendatangkan seember air lalu disiramkan ke bekas kencing si A'rabî itu (Shahîh Muslim, Kitâb al-Thahârah, Bâb Wujûb Ghasl al-Bawl wa Ghayrih min al-Najsât, hadits no. 427). 
Hadits ini mengandung pelajaran, di antarnya, sikap lembut terhadap orang jahil dan mengajarinya apa yang seharusnya ia ketahui tanpa sikap kasar atau menyakitinya, selama ia tidak melakukan penyimpangan dengan maksud melecehkan atau menentang. Terkandung pula pelajaran bahwa apabila ada dua kemudaratan maka cegahlah yang paling berat di antara keduanya (daf' a'zham al-dhararayn).
Menurut para ulama, dalam perintah Nabi Saw. untuk membiarkan si A'rabî itu meneruskan kencingnya terkandung dua kemaslahatan: Pertama, seandainya si A'rabî itu dihentikan kencingnya, itu akan menimbulkan kemudaratan baginya, sementara itu pangkal najis sudah terlanjur terjadi. Maka membiarkannya lebih baik ketimbang menimpakan kemudaratan kepadanya. Kedua, najis sudah mengenai bagian kecil dari masjid. Seandainya si A'rabî itu dihentikan kencingnya maka pakaian, badan dan banyak tempat dari masjid akan terkena najis.

2. قَالَ عَبْدُ اللَّهِ نَادَى فِينَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ انْصَرَفَ عَنْ الْأَحْزَابِ أَنْ لَا يُصَلِّيَنَّ أَحَدٌ الظُّهْرَ إِلَّا فِي بَنِي قُرَيْظَةَ فَتَخَوَّفَ نَاسٌ فَوْتَ الْوَقْتِ فَصَلَّوْا دُونَ بَنِي قُرَيْظَةَ وَقَالَ آخَرُونَ لَا نُصَلِّي إِلَّا حَيْثُ أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنْ فَاتَنَا الْوَقْتُ قَالَ فَمَا عَنَّفَ وَاحِدًا مِنْ الْفَرِيقَيْنِ (صحيح مسلم, كتاب الجهاد والسير, باب المبادرة بالغزو وتقديم أهم الأمرين, رقم الحديث: 3317).
'Abdullâh berkata: "Sepulang dari perang Ahzâb Rasulullah Saw. memerintahkan agar seseorang dari kami tidak salat Zuhur kecuali di Bani Qurayzhah. Sebagian orang takut kehabisan waktu (salat Zuhur), maka mereka salat (Zuhur) sebelum sampai ke Bani Qurayzhah. Sebagian lainnya berkata: "Kami tidak akan salat (Zuhur) kecuali sesuai dengan perintah Rasulullah Saw. meskipun kita kehabisan waktu Zuhur (sebelum sampai ke Bani Qurayzah). Namun Rasulullah Saw. tidak menyalahkan seorang pun dari kedua kelompok itu" (Shahîh Muslim, Kitâb al-Jihâd wa al-Sayr, Bâb al-Mubâdarah bî al-Ghazw wa Taqdîm Ahamm al-Amrayn, hadits no. 3317).
Mengapa para sahabat berbeda pendapat; sebagian segera salat Zuhur ketika waktunya datang, sedang sebagian lainnya mengakhirkannya hingga sampai di Bani Qurayzhah? Mereka yang termasuk kelompok pertama memahami perintah Nabi Saw. sebagai perintah bersegera pergi ke Bani Qurayzhah, tidak boleh ada sesuatu yang memalingkan mereka dari hal ini. Inilah, menurut kelompok pertama, yang sejatinya dikehendaki Rasul, bukan perintah untuk mengakhirkan salat Zuhur itu sendiri. Maka ketika mereka takut kehabisan waktu salat Zuhur, mereka pun melaksanakannya walaupun belum sampai ke Bani Qurayzhah. Sementara itu sebagian sahabat lainnya mengartikan perintah nabi Saw. apa adanya. Maka mereka pun mengakhirkan salat Zuhur sampai di Bani Qurayzhah.
Yang menarik, dalam hal ini, adalah sikap Rasulullah Saw. Beliau tidak menyalahkan seorang pun dari kedua kelompok tersebut. Bagi beliau, mereka semuanya telah melakukan ijtihad.
Hadits ini juga dapat menjadi dalil, baik bagi mereka yang beraliran substansialis maupun mereka yang beraliran tekstualis, pada saat yang bersamaan. Hadits ini juga mengandung pelajaran bahwa seorang mujtahid tidak boleh dicela atas apa yang dilakukannya berdasarkan ijtihadnya yang sungguh-sungguh. Sebagian menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa setiap mujtahid benar (mushîb).    

ج. اختلاف الوصايا باختلاف الأشخاص: (memberikan nasihat yang berbeda untuk orang yang berbeda).
1.  قال النبي لأحد الصحابة: تعبد الله ولا تشرك به شيئا وتقيم الصلاة وتؤتي الزكاة وتصل الرحم.

Kepada salah seorang sahabat Nabi Saw. menasihati: "Sembahlah Allah, jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dirikanlah salat, tunaikan zakat dan bersilaturrahmilah!"

2. قال لأحد هم: اتق الله حيثما كنت وأتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن.
Kepada yang lain beliau menasihati: "Takwalah kepada Allah di mana pun kamu berada, ikuti kejelekan dengan kebaikan maka kebaikan itu akan menghapus kejelekan, dan perlakukanlah manusia dengan akhlak yang baik."  
3.    قال لأحد هم: قل آمنت بالله ثم استقم.
Kepada sahabat yang lain beliau menasihati: "Katakan, 'Aku beriman kepada Allah,' lalu istiqamahlah!" 
4.قال لأحد هم: لاتغضب!
Kepada yang lain beliau memberi nasihat singkat: "Jangan marah!"
Salah satu karakteristik pendidikan Rasulullah Saw. adalah memerhatikan keadaan orang yang beliau beri nasihat. Setiap orang diberi apa yang secara objektif paling ia butuhkan. Beliau bak seorang dokter, setiap pasien diberinya obat yang sesuai dengan keluhan dan penyakitnya. 

د. اختلاف الأجوبة عن السؤال الواحد: (memberi jawaban yang beragam untuk satu pertanyaan yang sama)
Lebih dari satu orang pernah mengajukan pertanyaan yang sama kepada Nabi Saw.: "Amal apakah yang paling utama?" Kepada si A beliau memberi jawaban yang berbeda dengan jawaban yang beliau berikan kepada si B.







1. عن عَبْدِ اللَّهِ: سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الصَّلَاةُ عَلَى وَقْتِهَا قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ قُلْتُ ثُمَّ أَيٌّ قَالَ ثُمَّ الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي بِهِنَّ وَلَوْ اسْتَزَدْتُهُ لَزَادَنِي (صحيح مسلم, كتاب الإيمان, باب بيان كون الإيمان بالله تعالى أفضل اللأعمال, رقم الحديث: 122).

'Abdullâh (Ibn Mas'ûd ) berkata: "Aku bertanya kepada Rasulullah Saw.: 'Amal apakah yang paling dicintai Allah?' Beliau menjawab: 'Salat pada waktunya.' Aku bertanya lagi: 'Lalu apa lagi?' Beliau menjawab: 'Berbuat baik pada orang tua.' Aku bertanya lagi: 'Lalu apa lagi?' Beliau menjawab: 'Jihad di jalan Allah.' Beliau menceritakan akan hal itu kepadaku. Seandainya aku meminta beliau menambahnya, pasti beliau akan menambahnya untukku" (Shahîh Muslim, Kitâb al-Îmân, Bâb Kawn al-Îmân bîllâh Ta'âlâ Afdhal al-A'mâl, hadits no. 122). 

2. عَنْ أَبِي ذَرٍّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْأَعْمَالِ أَفْضَلُ قَالَ الْإِيمَانُ بِاللَّهِ وَالْجِهَادُ فِي سَبِيلِهِ قَالَ قُلْتُ أَيُّ الرِّقَابِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْفَسُهَا عِنْدَ أَهْلِهَا وَأَكْثَرُهَا ثَمَنًا قَالَ قُلْتُ فَإِنْ لَمْ أَفْعَلْ قَالَ تُعِينُ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعُ لِأَخْرَقَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ ضَعُفْتُ عَنْ بَعْضِ الْعَمَلِ قَالَ تَكُفُّ شَرَّكَ عَنْ النَّاسِ فَإِنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ (صحيح مسلم, كتاب الإيمان, باب بيان كون الإيمان بالله تعالى أفضل اللأعمال, رقم الحديث:119).
3.  حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ الْقُرَشِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا أَبِي قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو بُرْدَةَ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الْإِسْلَامِ أَفْضَلُ قَالَ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ (صحيح البخاري, كتاب الإيمان, باب أي الإسلام أفضل, رقم الحديث: 10).
4. حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ يَزِيدَ عَنْ أَبِي الْخَيْرِ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَجُلًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ الْإِسْلَامِ خَيْرٌ قَالَ تُطْعِمُ الطَّعَامَ وَتَقْرَأُ السَّلَامَ عَلَى مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ (صحيح البخاري, كتاب الإيمان, باب اطعام الطعام من الإسلام, رقم الحديث: 11).
ﻫ. اختلاف المواقف والسلوك:
- نجده صلى الله عليه وسلم يعامل الأعراب القادمين من البادية بما لا يعامل به أصحابه الذين ربوا فى حجر النبوة, ويغتفر لأولئك مالا يغتفر لهؤلاء, ويتألف قلوب "مسلمة الفتح" وزعماء القبائل بما لايصنع مثله مع المهاجرين والأنصار. ويعامل أصحابه أيضا على منازلهم وطبائعهم, فهو لايغطي فخذيه أو ساقيه ويسوي ثيابه عند دخول عثمان عليه, ولم يفعل ذلك مع أبي بكر وعمر مراعيا طبع الحياء في عثمان قائلا: "ألا أستحي من رجل تستحي منه الملائكة؟" وقد لاحظت عائشة ذلك فقالت: يا رسول الله! مالي لم أرك فزعت لأبي بكر وعمر كما فزعت لعثمان؟ فقال: "ان عثمان رجل حيي, وإني خشيت إن أذنت له على تلك الجال ألا يبلغ إليّ في حاجته." (اقرأ صحيح مسلم, كتاب فضائل الصحابة, باب من فضائل عثمان بن عفان رضي الله عنه, رقم الحديث: 4415).
و. اختلاف الأوامر والتكليفات:
   نجده صلى الله عليه وسلم يكلف كل انسان بما يقدر عليه وما يليق به ومل يلائم حاله. ففي حدث كحدث الهجرة الى المدينة والاختفاء الى غار حراء, نراه—عليه الصلاة والسلام—يكلف عددا من الأشخاص بعدد من المهمات المتنوعة, كل فيما يناسبه. فأبو بكر كلف رفقته بعد تكليفه إعداد الرواحل, وعليّ كلف المبيت في مكانه-- صلى الله عليه وسلم—احتمالا لأي خطر, وأسماء بنت أبي بكر كلفت ما يليق بها من حمل الطعام والأخبار الي رفيقي الغار, وعبد الله بن أبى بكر وعامر بن فهيرة كل منهما دوره. وهكذا نجده صلى الله عليه وسلم يولي خالد بن الوالد وعمرو بن العاص على بعض السرايا الحربية, على حين كلف حسان بن ثابت بأن يدافع عنه—أمام هجاء الشعراء من قريش—بسلاح الشعر الذي هو أشد عليهم من وقع الحسام في غبش الظلام, ولم يجب أبا ذرّ الى طلبه حين سأله أن يوليه لما يعرف من صرامته وحدة طبعه.
ف. قبول سلوكيات من بعض الناس لاتقبل من غيرهم:
  نجده صلى الله عليه وسلم يقبل من بعض الأعراب الاقتصار على أداء الفرائض حتى قال له بعضهم: "والله لا أزيد على هذا ولا أنقص." فقال: "أفلح إن صدق." وفي حديث: " من سره أن ينظر إلى رجل من أهل الجنة فلينظر إلى هذا." على حين لم يقا ذلك لغيره من أصحابه المهاجرين والأنصار.