Kini, Waktu Ada Dalam
Genggamanku…..
Saat
mentari mulai menampakkan sinarnya, Aku hanya bisa tersenyum melihatnya. Dan ia
pun membalas senyumanku dengan kehangatan yang menyelimuti jiwa-jiwa yang
dingin oleh tetesan embun. Seperti hari-hari sebelumnya, tak ada
rencana-rencana yang jelas, tak tau kemana kaki ini akan melangkah. Masih
menanti waktu yang akan mengulurkan tangannya, mengajak untuk bangkit dan
berdiri, berlari-lari bersama kicauan burung pagi hari.
Setelah
lama duduk terdiam, waktu pun datang menghampiriku. mengajak tuk menyiapkan
selambar kertas putih dan sebuah pena. Namun, Aku tak tahu apa yang akan
kulakukan dengan kedua benda ini. Aku hanya melihat senyuman di atas selembar
kertas itu. Dan kertasnyapun tetap kosong. Beberapa saat kemudian ia pun tak
lagi menampakkan senyum manisnya, justru wajah muramlah yang ia tampakkan,
karena pena yang ku pegang tak kunjung mengucurkan tinta hitam di atasnya.
Mataku
memandang lurus ke depan. Ku lihat beberapa orang berlalu-lalang di
sekelilingku. Ada yang duduk mengamati sebuah benda di depannya, ada pula yang
berbincang-bincang dengan seorang bapak tua yang keriput, dan didahinya
mengalir peluh penuh semangat. Tampak
seperti seorang pekerja keras. Aku mengalihkan pandanganku ke kanan. Ku lihat
seorang gadis berbadan kurus kering, sedang sibuk mengamati sebuah gedung
tinggi yang berada di depannya. Dan tak lama kemudian ia mengambil gambar
dengan kamera kecil yang selalu menggantung di lehernya.
Aku
masih bingung mengamati tingkah lucu mereka. Dua benda yang ada dalam
genggamanku juga ada dalam genggaman mereka. Namun, kaki mereka melangkah,
bergerak dari satu tempat ke tempat lain. Sehingga satu kejadian pun dapat
terekam dalam kertas putih yang mereka pegang. Langkahnya tak terhenti sampai
disitu. Ku lihat satu kertas itu digandakan, dan disampaikan pada
penikmat-penikmat goresan tinta, berharap pesan didalamnya terdengar oleh para
penguasa dunia. Agar mereka mendengar jeritan manusia-manusia kecil yang
terjepit oleh kekejaman zaman yang membutuhkan uluran tangan darinya.
Aku
pun kembali memandang selembar kertas yang ku pegang. Masih bersih tak ada
sedikit pun coretan. Tinta hitam dalam penaku tak mau keluar. Begitu pula
dengan beberapa pemikiran dalam benakku yang merasa malu, jika nantinya dibaca
orang. Aku mengerutkan keningku, berfikir mengapa aku malu, mengapa aku sulit
menggerakkan jemariku untuk membuat coretan seperti orang-orang di sekitarku.
Padahal, apa yang mereka lakukan itu lebih bermakna dari pada hanya duduk
terdiam. Menunggu waktu menghampiri dan mengajak berjalan ke arah yang tak
pasti.
Tiba-tiba,
aku mendengar bisikan angin yang perlahan membuat mataku terbuka, hingga aku
pun berdiri dan melangkahkan kakiku. Memainkan pena dengan jemariku dan
membuatnya menari-nari di atas selembar kertas. Kini, kertas itu kembali
tersenyum, ia merasa berguna dengan adanya goresan tinta walaupun susunannya
belum sempurna. Aku tak peduli, yang pasti aku akan segera mencurahkan segala
isi hati dan tak lagi menunggu waktu menghampiri. Kan ku ajak ia untuk melangkah,
bersuara dan berkarya, karena kini, waktu ada di dalam genggamanku….
Subuh,
18 Februari 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar