Minggu, 21 Oktober 2012

Perbandingan Madzhab



R E V I E W
PERBANDINGAN MADZHAB

A.    PENGERTIAN MADZHAB
Hukum islam yang prinsip dasarnya tercantum dalam al-Quran dan Hadist telah berkembang sedemikian luas melalui ijtihad para Mujtahidin dalam upaya menyelaraskan hukum islam agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman. Hasil pemikiran para Mujtahid itu melahirkan beragam pemikiran yang berkembang menjadi mazhab/aliran yang memperkaya khazanah pemikiran hukum islam.
Perbandingan mazhab dalam bahasa arab disebut muqaranah al-mazahib. Kata muqaranah menurut bahasa, berasal dari kata kerja qarana-yukarinu –muqaranatun yang mempunyai arti mengumpulkan, membandingkan, dan menghimpun. Berdasarkan makna lughawi di atas, maka perbandingan mazhab menurut ulama fiqih islam adalah sebagai berikut: “perbandingan mazhab adalah mengumpulkan pendapat para imam mujtahid dengan dalil-dalilnya tentang suatu masalah yang diperselisihkan padanya, kemudian membandingkan dalil-dalil itu satu sama lainnya, agar nampak setelah dimunaqasyahkan pendapat mana yang terkuat dalilnya.”
Jadi perbandingan mazhab adalah ilmu pengetahuan yang membahas pendapat-pendapat fuqaha’ (mujtahidin) beserta dalil-dalilnya mengenai berbagai masalah, baik yang disepakati, maupun yang diperselisihkan dengan membandingkan dalil masing-masing yaitu dengan cara mendiskusikan dalil-dalil yang dikemukakan oleh Mujtahidin untuk menemukan pendapat yang paling kuat dalilnya.

B.     LATAR BELAKANG MUNCULNYA MADZHAB
Munculnya madzhab-madzhab fiqih itu lahir dari perkembangan sejarah sendiri, bukan karena pengaruh hukum romawi sebagaimana yang dituduhkan oleh para orientalis. Munculnya madzhab dalam sejarah terlihat adanya pemikirah fiqih dari zaman sahabat, tabi’in hingga muncul madzhab-madzhab fiqih pada periode ini.
Seperti contoh hukum yang dipertentangkan oleh Umar bin Khattab dengan Ali bin Abi Thalib ialah masa ‘iddah wanita hamil yang ditinggal mati oleh suaminya. Golongan sahabat berbeda pendapat dan mengikuti salah satu pendapat tersebut, sehingga munculnya madzhab-madzhab yang dianut. Di samping itu, adanya pengaruh turun temurun dari ulama-ulama yang hidup sebelumnya tentang timbulnya madzhab, ada beberapa faktor yang mendorong, diantaranya
1.    Karena semakin meluasnya wilayah kekuasaan Islam sehingga hukum islampun menghadapi berbagai macam masyarakat yang berbeda-beda tradisinya.
2.    Muncunya ulama-ulama besar pendiri madzhab-madzhab fiqih berusaha menyebarluaskan pemahamannya dengan mendirikan pusat-pusat studi tentang fiqih, yang diberi nama Al-Madzhab atau Al-Madrasah yang diterjemahkan oleh bangsa barat menjadi school, kemudian usaha tersebut dijadikan oleh murid-muridnya.
3.    Adanya kecenderungan masyarakat islam ketika memilih salah satu pendapat dari ulama-ulama madzhab ketika menghadapi masalah hokum. Sehingga pemerintah (kholifah) merasa perlu menegakkan hukum Islam dalam pemerintahannya.
4.    Permasalahan politik, perbedaan pendapat di kalangan muslim awal trntang masalah politik seperti pengangkatan kholifah-kholifah dari suku apa, ikut memberikan saham bagi munculnya berbagai madzhab hukum islam.

C.     MACAM-MACAM MADZHAB
1.      Madzhab Hanafi
Madzhab ini didirikan oleh Abu Hanifah yang nama lengkapnya al-Nu’man ibn Tsabit ibn Zuthi (80-150 H). Ia dilahirkan di Kufah, ia lahir pada zaman dinasti Umayyah tepatnya pada zaman kekuasaan Abdul malik ibn Marwan. Pada awalnya Abu Hanifah adalah seorang pedagang, atas anjuran al-Syabi ia kemudian menjadi pengembang ilmu. Abu Hanifah belajar fiqih kepada ulama aliran irak (ra’yu). Imam Abu Hanifah mengajak kepada kebebasan berfikir dalam memecahkan masalah-masalah baru yang belum terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah. Ia banyak mengandalkan qiyas (analogi) dalam menentukan hukum.
Pengalaman keilmuannya diawali dari studi filsafat dan dialektika. Setelah menguasai bidang ini, beliau mendalami fiqh dan hadits. Guru utamanya adalah Imam Hammad bin Zaid. Karena kedalaman ilmunya dan kemuliaan karakter pribadinya, para khalifah Bani Umayyah sangat menghormati. Imam Abu Hanifah digolongkan sabagai tabiin kecil.
Dasar Hukum Madzhab Hanafi adalah :
a.         Al-Qur’anul Karim
b.        Sunnah Rosul
c.         Fatwa sahabat
d.        Qiyas
e.         Istihsan
f.         Adat / ‘Urf masyarakat

2.      Madzhab Maliki
Madzhab ini dibangun oleh Maliki bin Annas. Ia dilahirkan di Madinah pada tahun 93 H. Imam Malik belajar qira’ah kepada Nafi’ bin Abi Ha’im. Ia belajar hadits kepada ulama Madinah seperti Ibn Syihab al-Zuhri. Karyanya yang terkenal adalah kitab al-Muwatta’, sebuah kitab hadits bergaya fiqh. Inilah kitab tertua hadits dan fiqh tertua yang masih kita jumpai. Selain itu, beliau juga menyusun kitab al Mudawwamah yang berisi asas-asas fiqh. Beliau mulai mengumpulkan hadits-hadits yang kemudian dimuat dalam kitab ini atas permintaan Khalifah Abbasiyah. Abu Ja’far al Mansyur yang menginginkan sebuah kitab undang-undang hukum yang komprehensif dengan berdasarkan sunnah Nabi saw.
Dasar Hukum Madzhab Maliki adalah :
a.                                 Al-qur’an
b.                                Sunnah
c.                                 Ijma’ ahli madinah
d.                                Qiyas
e.                                 Istishab / al-Mashalih al-Mursalah

3.      Madzhab Syafi’i
Madzhab ini didirikan oleh Imam Muhammad bin Idris al-Abbas. Madzhab fiqih as-Syafi’i merupakan perpaduan antara madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Ia terdiri dari dua pendapat, yaitu qaul qadim (pendapat lama) di irak dan qaul jadid di mesir. Madzhab Syafi’i terkenal sebagai madzhab yang paling hati-hati dalam menentukan hukum, karena kehati-hatian tersebut pendapatnya kurang terasa tegas.
Syafi’i pernah belajar Ilmu Fiqh beserta kaidah-kaidah hukumnya di masjid al-Haram dari dua orang mufti besar, yaitu Muslim bin Khalid dan Sufyan bin Umayyah sampai matang dalam ilmu fiqih. Al-Syafi’i mulai melakukan kajian hukum dan mengeluarkan fatwa-fatwa fiqih bahkan menyusun metodelogi kajian hukum yang cenderung memperkuat posisi tradisional serta mengkritik rasional. Dalam konteks fiqihnya Syafi’i mengemukakan pemikiran bahwa hukum Islam bersumber pada al-Qur’an dan al-Sunnah serta Ijma’ dan apabila ketiganya belum memaparkan ketentuan hukum yang jelas, beliau mempelajari perkataan-perkataan sahabat dan baru yang terakhir melakukan qiyas dan istishab.
Dasar Hukum Madzhab Syafi’i:
a.       Al Quran
b.      As Sunnah
c.       Ijma’
d.      Qiyas
e.       Istishab
4.      Madzhab Hanbali
Pendiri madzhab ini adalah Imam Ahmad bin Hanbal As-Syaibani. Beliau lahir di Baghdad pada 778M dari keluarga Arab asli. Nasabnya telah meninggal ketika dia masih kecil. Ia kemudian diasuh oleh ibunya.
Ahmad bin Hanbal telah hafal Al Quran pada usia yang masih muda. Beliau tersebut salah satu diantara ulama terkenal kuat daya hafalnya dan seorang perawi terkemuka pada masanya. Imam Hanbali belajar hadits dan fiqh kepada Imam Abu Yusuf, murid Abu Hanifah, dan kepada Imam Syafi’i.
Perjalanan hidupnya yang penuh dengan dinamika sosial politik membuat beliau harus mengalami serangkaian tragedi. Keteguhannya memegang prinsip dan keyakinan keagamaan menjadikan beliau harus mengalami serangkaian hukuman dan penganiayaan dari para khalifah yang menganut teologi mu’tazilah. Ia dipenjara dan dianiaya selama dua tahun atas perintah Khalifah Al-Ma’mun, karena menolak konsep filosofis mu’tazilah bahwa Al Quran adalah makhluk. Sesudah dibebaskan, Imam Hanbali melanjutkan kegiatannya mengajar  di Baghdad sampai al-Watiq menjadi Khalifah dan memperbaharui hukumnya. Pada masa itu, Imam Hanbali pergi bersembunyi demi keselamatan hidpnya. Beliau baru keluar dari persembunyiannya setelah Khalifah Al Mutawakil menolak Mu’tazilah sebagai ideologi Negara. Imam Hanbal kembali mengajar di Baghdad sampai wafatnya pada tahun 855 M.
Dasar Hukum Madzab Hanbali:
a.     Al Quran
b.    Sunnah
c.     Ijma’ Sahabat
d.   Yang dekat dengan Al Quran dan Sunnah jika terjadi perbedaan pendapat
e.     Hadits-hadits mursal dan dhaif
f.     Istihsan
g.    Sadd al dara’i
h.    Istihsab
i.      Maslahah Mursalah

D.    HIKMAH MEMPELAJARI PERBANDINGAN MADZHAB
Beberapa tujuan dan manfaat mempelajari perbandingan mazhab antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam mazhab (para imam mujtahid) dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan-alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara-cara istinbath hukum dari dalilnya oleh mereka. Dengan mempelajari dalil-dalil yang digunakan oleh para imam mazhab tersebut dalam menetapkan hukum, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab akan mendapatkan keuntungan ilmu pengetahuan secara sadar dan meyakinkan akan ajaran agamanya, dan akan memperoleh hujjah yang jelas dalam melaksanakan ajaran agamanya, sehingga ia tergolong kedalam kelompok orang yang disebut dalam al-Quran surat yusuf ayat108 sebagai berikut: artinya “inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha suci Allah dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.” (Q.S Yusuf: 108).
2.      Untuk mengetahui dasar-dasar dan qaidah-qaidah yang digunakan setiap imam mazhab (imam mujtahid) dalam mengistinbath hukum dari dalil-dalilnya, dimana setiap imam mujtahid tersebut tidak menyimpang dan tidak keluar dari dalil-dalil al-Quran atau as-Sunnah. Sebagai hasil dari cara ini, orang yang melakukan studi tersebut, akan menjadi orang yang benar-benar menghormati semua imam mazhab tanpa membedakan satu dengan lainnya, karena pandangan dan dalil yang dikemukakan masing-masing pada hakikatnya tidak terlepas dari aturan-aturan ijtihad. Maka sepantasnyalah orang yang mengikuti (bertaklid) kepada salah satu imam mazhab itu mengikuti pula jejak dan petunjuk imamnya dalam menghormati imam lain.
3.      Dengan memperhatikan landasan berpikir para imam mazhab, orang yang melakukan studi perbandingan mazhab dapat mengetahui, bahwa dasar-dasar mereka pada hakikatnya tidak keluar dari nushush al-Quran dan sunnah dengan perbedaan interpretasi, atau mereka mengambil qiyas, maslahah mursalah, istishab, atau prinsip-prinsip umum dalam nash-nash syari’at islam dalam menyelesaikan persoalan yang ada dalam masyarakat, baik ibadah maupun mu’amalah, yang dalil-dalil ijtihad itupun digali dari nash-nash al-Quran dan sunnah rasul.dengan demikian orang yang melakukan studi perbandingan mazhab tersebut akan memahami, bahwa perbuatan dan amalan sehari-hari dari pengikut mazhab lain itu, bukan diatur oleh hukum di luar islam, karena itu mereka tidak mengkafirkannya. Disamping itu, mereka akan mengetahui bahwa tidak benar-benar bahwa anggapan sebagian orang yang mengatakan, bahwa apa yang terdapat dalam kitab-kitab fiqih itu, seluruhnya hanya berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Timbulnya anggapan semacam ini adalah akibat kurangnya pengetahuan dan penghayatan terhadap prinsip-prinsip syariat islam.padahal, sebenarnya diantara isi kitab-kitab fiqih itu ada yang sudah tidak relevan dengan kondisi dimana kita hidup dewasa ini. Selain itu, jika diperhatikan dan dipelajari secara teliti dan mendalam, akan didapatkan suatu pengertian dan pengetahuan, bahwa kebanyakan isi kitab fiqih itu adalah masalah ijtihadyah sebagai hasil pemahaman ulama terhadap nash-nash al-Quran dan sunnah.







ANALISIS DAN SIMPULAN

Adanya perbandingan Madzab bukan untuk menjadi perdebatan di kalangan umat Islam. Para imam madzhab memiliki pemikiran yang berbeda-beda dikarenakan suatu keadaan yang berbeda diantara mereka. Baik pada masa yang berbeda, tempat yang berbeda, serta kondisi sosial masyarakat yang berbeda pula. Seperti Imam Hanafi yang hidup pada masa Dinasti Umayyah sedangkan Imam Hanbali pada masa Dinasti Abbasiyah. Adapula yang menetapkan dasar hukum dengan Sunnah yang mempunyai persyaratan tertentu dikarenakan kondisi pada itu yang banyak bermuncullan hadits-hadits palsu. Sehingga beliau harus berhati-hati dalam mengambil sebuah hadits yang akan dijadikan dasar hukum pengambilan keputusan. Tapi pada intinya, semua mereka lakukan untuk kemaslahatan umat Islam. Disini dapat kita lihat perbandingan dasar hukum yang diambil oleh para Imam Madzhab dalam menetapkan suatu hukum atau memecahkan suatu masalah.
A.    Dasar Hukum Madzhab Hanafi
1)   Al-Qur’anul Karim. Al Quran merupakan sumber hukum utama yang tidak perlu diperdebatkan lagi.
2)   Sunnah Rosul, sebagai sumber hukum setelah Al Quran, tetapi dengan beberapa kualifikasi dalam penggunaannya. Mereka mensyaratkan bahwa hadits yang menjadi dasar hukum  yang sah bukan hanya harus shahih, tetapi juga harus masyur. Kualifikasi ini berfungsi sebagai benteng terhadap hadits-hadits palsu yang sering muncul di wilayah mereka. Menurut Farouq Abu Zaid, ada beberapa faktor yang menyebabkan Abu Hanifah memberikan persyaratan ketat terhadap hadits. Pertama, Imam Hanafi adalah keturunan Persia dan bukan keturunan Arab. Kedua,  tempat tinggal beliau (Irak) merupakan daerah yang jauh dari pusat informasi hadits Nabi Saw, sehingga dalam menghadapi problema yang timbul terpaksa menggunakan akalnya. Ketiga, beliu tidak hanya mendalami ilmu-ilmu agama, tetapi juga  pedagang yang mengembara ke berbagai daerah.
3)   Ijma’ sahabat. Sumber hukum Islam terpenting yang ketiga adalah pendapat para sahabat mengenai beberapa materi hukum yang tidak disebutkan di dalam Al Quran dan As Sunnah.
4)   Qiyas. Imam Abu Hanifah merasa tidak harus menerima  rumusan hukum dari murid-murid para sahabat yang tidak memiliki bukti jelas dari sumber-sumbernya.
5)   Istihsan yaitu satu bukti yang lebih disukai daripada bukti lainnya karena  ia tampak lebih sesuai dengan situasinya.
6)   Adat/ ‘Urf masyarakat, diberi bobot hukum dalam wilayah dimana tidak terdapat tradisi Islam yang mengikat.

B.  Dasar  Hukum Madzhab Maliki
1)        Al-qur’an. Sebagaimana imam yang lain, Imam Malik menempatkan Al Quran sebagai landasan dan sumber utama.
2)        Sunnah. Walaupun sama-sama menggunakan sunnah sebagaimana para imam lainnya, tetapi imam Malik memiliki konsepsi sendiri. menurut beliau, jika sebuah hadits bertentangan dengan tradisi masyarakat Madinah, ia menolaknya.
3)        Ijma’ ahli Madinah. Imam Malik berpandangan bahwa karena sebagian besar masyarakat Madinah merupakan keturunan langsung Sahabat dan Madinah sendiri menjadi tempat Rasulllah saw menghabiskan sepuluh tahun terakhir hidupnya, maka praktek yang dilakukan semua masyarakat Madinah merupakan bentuk sunnah yang sangat otentik yang diriwayatkan dalam bentuk tindakan, bukan kata-kata.
4)        Ijma’ Sahabat. Sebagaimana Imam Hanafi, ijma’ sahabat, dan ijma’ pada ulama berikutnya merupakan sumber hukum ketiga.
5)        Pendapat  individu sahabat. Imam Malik memberi bobot penuh terhadap pendapat-pendapat sahabat, baik yang bertentangan maupun yang menjadi kesepakatan.
6)        Qiyas. Imam Malik pernah menerapkan penalaran pada persoalan-persoalan yang tidak tercakup oleh sumber-sumber yang telah disebutkan sebelumnya.
7)        Istislah. Secara sederhana bermakna mencari sesuatu yang lebih sesuai (maslahat). Istislah  berkaitan dengan hal-hal yang bertujuan untuk kemaslahatan manusia, tetapi tidak disebutkan oleh syariah secara khusus.
8)        ‘Urf

C.       Dasar  Hukum Madzab Syafi’i
1)        Al Quran. Tidak berbeda dengan para imam madzab lainnya, As Syafi’i memposisikan Al Quran sebagai landasan hukum Islam yang pertama.
2)        Sunnah. Beliau memiliki kualifikasi yang berbeda dimana hanya bersandar kepada satu syarat dalam menerima sebuah hadits, yaitu hadits tersebut haruslah shahih.
3)        Ijma’. Meskipun Imam Syafi’I memiliki keragu-raguan yang serius mengenai kemungkinan ijma’ dalam sejumlah kasus, beliau mengakui bahwa dalam beberapa kasus di mana ijma’ tidak terelakkan.
4)        Qiyas. Dalam pandangan Imam Syafi’i, qiyas merupakan metode yang sah dalam merumuskan hukum lebih lanjut dari sumber-sumber sebelumnya.
5)        Istishab. Imam Syafi’I menolak prinsip istihsan yang digunakan oleh Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Dalam pandangannya istihsan merupakan bentuk bid’ah karena lebih menempatkan penalaran manusia  terhadap wilayah yang sesungguhnya telah tersedia nashnya. Meskipun demikian, ketika menghadapi persoalan-persoalan serupa, para pengikut Syafi’i diwajibkan menggunakan sebuah prinsip yang mirip dengan istihsan dan istishlah yang dinamakannya istishab yang merujuk kepada proses perumusan hukum hukum fiqh dengan mengaitkan serangkaian keadaan-keadaan berikutnya dengan keadaan-keadaan sebelumnya.
D.       Dasar  Hukum Madzhab Hanbali
1)      Al Quran. Tidak ada perbedaan antara Imam Hambali dengan ulama lainnya dalam memandang dan memposisikan Al Quran sebagai sumber hukum yang pertama.
2)      Sunnah. Dengan syarat bahwa sunnah atau hadits yang digunakan harus marfu’.
3)      Ijma’ Sahabat. Imam Hambali mengakui ijma’ para sahabat, namun beliau mengesampingkan ijma’ di luar era para sahabat.
4)      Apabila terjadi perbedaan pendapat, beliau memilih yang paling dekat dengan Al Quran dan Sunnah.
5)      Hadits-hadits mursal dan dhaif
6)      Istihsan
7)      Sadd al dara’i
8)      Istihsab
9)      Maslahah Mursalah

Demikian perbedaan dasar hukum yang digunakan oleh para imam madzhab. Walaupun ada banyak perbedaan pada macam-macam dasarnya, namun posisi tertinggi tetaplah Al Quran, kemudian As Sunnah. Itu menunjukkan bahwa para imam madzab tidaklah sembarangan dalam mengambil dasar hukum dan menetapkan hukum suatu hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar